MENULIS



Nama    : Cholifatun
NIM       : 021514644

PILKADA LANGSUNG
Lahirnya UU No 32 Tahun 2004 membawa perubahan yang fundamental dalam hal pemilihan Kepala Daerah. Kepala Daerah yang menurut UU Nomor 22 Tahun 1999 dipilih oleh dan bertanggungjawab kepada DPRD, sekarang dipilih langsung oleh rakyat. Rakyat diharapkan memilih Kepala Daerah yang sesuai dengan hati nurani rakyat tanpa ada paksaan. Pemilihan Kepala Daerah adalah pesta rakyat, pesta demokrasi rakyat. Suara rakyat sangat istimewa dan bagaikan emas yang disumbangkan kepada calon pemimpin mereka. Suara rakyat miskin sekalipun dianggap suara dewa kala menjelang Pemilihan Kepala Daerah.
Mengingat yang mengajukan bakal calon oleh fraksi-fraksi maka bisa dipastikan bahwa calon yang diajukan oleh partai pemenang pemilu berpeluang besar menjadi Kepala Daerah. Di Banyumas pemenang pemilu adalah partai PDI Perjuangan, ketika partai ini mengusung bakal calon Bupati yaitu pasangan bapak Ahmad Husein dan dr. Budhi Setiawan maka partai ini memang berpeluang untuk menang. Dengan berbagai trik dan strategi dalam berkampanye akhirnya pasangan Bapak Husein dan dr.Budhi Setiawan berhasil menjadi Kepala Daerah dan Wakil Kepala daerah Kabupaten Banyumas masa bakti tahun 2013-2018. Strategi berkampanye dari partai PDI Perjuangan ketika mengusung nama Husein-Budhi ini yaitu dengan blusukan ke pelosok Banyumas. Blusukan inilah yang dianggap oleh rakyat pada umumnya adalah suatu bentuk kepedulian seorang pemimpin kepada rakyatnya. Rakyat secara praktis dan singkat langsung memilih pemimpin yang suka blusukan. Selain itu rakyat memang banyak yang memilih partai, jadi siapapun yang dicalonkan menjadi Kepala Daerah rakyat tidak mempedulikannya.   
Ada sisi negatif dari pelaksanaan Pilkada Langsung. Pilkada Langsung menuntut konsekwensi pembiayaan yang sangat besar sehingga membebani APBD yang nota bene uang rakyat. Disamping itu bagi calon Kepala Daerah sebagaimana diuraikan diatas harus mempunyai modal ekonomi yang cukup, karena sosialisasi dan kampanye akan menyedot biaya yang besar. Tidak jarang bagi calon ada yang dibiayai oleh pihak ketiga, sudah barang tentu dengan menunut imbalan jika terpilih agar proyek-proyek diberikan kepadanya. Kampanye Pilkada hitam acap kali menyulut konflik horizontal, saling menyerang antar simpatisan yang menyebabkan korban jiwa dan harta benda yang tidak sedikit. Kadang para calon juga tidak siap kalah, yang menyebabkan konflik berkepanjangan pasca Pilkada, baik diselesaikan melalui jalur hukum bahkan tidak jarang dengan tindakan anarkisme, membakar gedung pemerintah maupun merusak rumah-rumah pribadi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

pendekatan,metode, dan teknik pembelajaran bahasa Indonesia

periodisasi sastra

perbedaan pusi lama dan puisi baru